Senin, 29 Juni 2009

Asam Amino dan Protein


Protein

adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida.
Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam transportasi hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut (heterotrof). Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu, protein merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia. Protein ditemukan oleh Jöns Jakob Berzelius pada tahun 1838.

Kamis, 25 Juni 2009

HIV

DEFINISI :

  • HIV berarti virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Ini adalah retrovirus, yang berarti virus yang mengunakan sel tubuhnya sendiri untuk memproduksi kembali dirinya.
  • Asal dari HIV tidak jelas, penemuan kasus awal adalah dari sampel darah yang dikumpulkan tahun 1959 dari seorang laki–laki dari Kinshasa di Republik Demokrat Congo. Tidak diketahui bagaimana ia terinfeksi.
  • Saat ini terdapat dua jenis HIV: HIV–1 dan HIV–2.
  • HIV–1 mendominasi seluruh dunia dan bermutasi dengan sangat mudah. Keturunan yang berbeda–beda dari HIV–1 juga ada, mereka dapat dikategorikan dalam kelompok dan sub–jenis (clades).
  • Terdapat dua kelompok, yaitu kelompok M dan O. Dalam kelompok M terdapat sekurang–kurangnya 10 sub–jenis yang dibedakan secara turun temurun. Ini adalah sub–jenis A–J. Sub–jenis B kebanyakan ditemukan di America, Japan, Australia, Karibia dan Eropa. Sub–jenis C ditemukan di Afrika Selatan dan India.
  • HIV–2 teridentifikasi pada tahun 1986 dan semula merata di Afrika Barat. Terdapat banyak kemiripan diantara HIV–1 dan HIV–2, contohnya adalah bahwa keduanya menular dengan cara yang sama, keduanya dihubungkan dengan infeksi–infeksi oportunistik dan AIDS yang serupa. Pada orang yang terinfeksi dengan HIV–2, ketidakmampuan menghasilkan kekebalan tubuh terlihat berkembang lebih lambat dan lebih halus. Dibandingkan dengan orang yang terinfeksi dengan HIV–1, maka mereka yang terinfeksi dengan HIV–2 ditulari lebih awal dalam proses penularannya.

Virus HIV juga hidup di semua cairan tubuh manusia, tetapi hanya bisa menular melalui cairan tubuh tertentu, yaitu :

  • Darah
  • Air Mani / Cairan bening yang bukan sperma
  • Cairan Vagina
  • Air susu ibu (ASI)

Adapun Cara dan kegiatan penularan virus HIV adalah:

  • Hubungan seks kelamin dan hubungan seks oral, atau melalui anus tanpa memakai kondom
  • Transfusi darah yang mengandung virus HIV
  • Peralatan dokter yang tidak steril , cth: Peralatan dokter gigi
  • Jarum suntik, jarum tato, jarum tindik yang tidak steril dan dipakai bergantian
  • Ibu HIV- positif kebayinya ( selama masa hamil/kandungan, kelahiran dan melalui ASI)

Virus HIV tidak menular melalui :

  • Bersentuhan, bersalaman, berpelukan dengan ODHA
  • Berciuman
  • Memakai peralatan makan dan minum bersama-sama
  • Memakai kamar mandi bersama
  • Kolam renang
  • Gigitan nyamuk
  • Tinggal serumah bersama orang dengan HIV/ AIDS
  • Duduk bersama dalam satu ruangan tertutup

Sumber : (http://addictplus.blogspot.com/2007/09/apakah-hiv-dan-apakah-aids-itu.html)

Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan penyakit- penyakit. Orang yang kekebalan tubuhnya defisien (Immunodeficient) menjadi lebih rentan terhadap berbagai ragam infeksi, yang sebagian besar jarang menjangkiti orang yang tidak mengalami defisiensi kekebalan. Penyakit-penyakit yang berkaitan dengan defisiensi kekebalan yang parah dikenal sebagai "infeksi oportunistik" karena infeksi-infeksi tersebut memanfaatkan sistem kekebalan tubuh yang melemah.

Gejala-gejala HIV

Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV tidak menyadarinya karena tidak ada gejala yang tampak segera setelah terjadi infeksi awal. Beberapa orang mengalami gangguan kelenjar yang menimbulkan efek seperti deman (disertai panas tinggi, gatal-gatal, nyeri sendi, dan pembengkakan pada limpa), yang dapat terjadi pada saat seroconversion. Seroconversion adalah pembentukan antibodi akibat HIV yang biasanya terjadi antara enam minggu dan tiga bulan setelah terjadinya infeksi.


Kendatipun infeksi HIV tidak disertai gejala awal, seseorang yang terinfeksi HIV sangat mudah menularkan virus tersebut kepada orang lain. Satu-satunya cara untuk menentukan apakah HIV ada di dalam tubuh seseorang adalah melalui tes HIV.


Infeksi HIV menyebabkan penurunan dan melemahnya sistem kekebalan tubuh. Hal ini menyebabkan tubuh rentan terhadap infeksi penyakit dan dapat menyebabkan berkembangnya AIDS.


Kapankah seorang terkena AIDS

Istilah AIDS dipergunakan untuk tahap- tahap infeksi HIV yang paling lanjut. Sebagian besar orang yang terkena HIV, bila tidak mendapat pengobatan, akan menunjukkan tanda-tanda AIDS dalam waktu 8-10 tahun. AIDS diidentifikasi berdasarkan beberapa infeksi tertentu, yang dikelompokkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai berikut:

  • Tahap I penyakit HIV tidak menunjukkan gejala apapun dan tidak dikategorikan sebagai AIDS.
  • Tahap II (meliputi manifestasi mucocutaneous minor dan infeksi-infeksi saluran pernafasan bagian atas yang tak sembuh- sembuh)
  • Tahap III (meliputi diare kronis yang tidak jelas penyebabnya yang berlangsung lebih dari satu bulan, infeksi bakteri yang parah, dan TBC paru-paru),
  • Tahap IV (meliputi Toksoplasmosis pada otak, Kandidiasis pada saluran tenggorokan (oesophagus), saluran pernafasan (trachea), batang saluran paru-paru (bronchi) atau paru-paru dan Sarkoma Kaposi). Penyakit HIV digunakan sebagai indikator AIDS.

Sebagian besar keadaan ini merupakan infeksi oportunistik yang apabila diderita oleh orang yang sehat, dapat diobati.


Seberapa cepat HIV bisa berkembang menjadi AIDS

Lamanya dapat bervariasi dari satu individu dengan individu yang lain. Dengan gaya hidup sehat, jarak waktu antara infeksi HIV dan menjadi sakit karena AIDS dapat berkisar antara 10-15 tahun, kadang-kadang bahkan lebih lama. Terapi antiretroviral dapat memperlambat perkembangan AIDS dengan menurunkan jumlah virus (viral load) dalam tubuh yang terinfeksi.
Sumber : (http://www.aidsindonesia.or.id/s_contents.php?id_language=2&id_pages=43)

Sebagian besar keadaan ini merupakan infeksi oportunistik yang apabila diderita oleh orang yang sehat, dapat diobati.
Seberapa cepat HIV bisa berkembang menjadi AIDS
Lamanya dapat bervariasi dari satu individu dengan individu yang lain. Dengan gaya hidup sehat, jarak waktu antara infeksi HIV dan menjadi sakit karena AIDS dapat berkisar antara 10-15 tahun, kadang-kadang bahkan lebih lama. Terapi antiretroviral dapat memperlambat perkembangan AIDS dengan menurunkan jumlah virus (viral load) dalam tubuh yang terinfeksi.
Sumber : (http://www.aidsindonesia.or.id/s_contents.php?id_language=2&id_pages=43)

A.Gejala serekonversi (Seroconversion)

Perubahan antibodi terhadap antigen tertentu. Bila antibodi seseorang terhadap HIV atau vaksin percobaan HIV berubah, maka orang tersebut telah mengalami serokonversi dari antibodi-negatif menjadi antibodi positif.
Sumber : (http://suryaden.blogspot.com/2008/11/daftar-istilah-hivaids.html)


B.Langkah-langkah dalam menghadapi pasien HIV :

Pada umumnya, penanganan pasien HIV memerlukan tindakan yang hampir sama. Namun berdasarkan fakta klinis pasien control ke rumah sakit menunjukkan adanya perbedaan respon imunitas (CD4). Hal tersebut menunjukkan terdapat factor lain yang berpengaruh, dan factor yang diduga sangat berpengaruh adalah stess. Berikut beberapa langkah dalam menangani pasien HIV :

Respon biologis (aspek fisik)
Aspek fisik pada pasien HIV adalah pemenuhan kebutuhan fisik sebagai akibat dari tanda dan gejala yang terjadi. 4 Aspek keperawatan fisik meliputi : universal precautions, pengobatan infeksi sekunder dan pemberian antiretroviral(ARV), pemberian nutrisi, aktifitas dan istirahat.
Universal precautions

  1. Menghindari kontak langsung dengan cairan tubuh. Bila menangani cairan tubuh pasien menggunakan alat pelindung, seperti sarung tangan, masker,kaca mata pelindung, penutup kepala, apron,dan sepatu boot. Penggunaan alat pelindung disesuaikan dengan jenis tindakan yang dilakukan. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, temasuk setelah melepas sarung tangan
  2. Dekontaminasi cairan tubuh pasien
  3. Memakai alat kedokteran sekali pakai atau mensterilisasi semua alat kedokteran yang di pakai . tidak memakai jarum suntik lebih dari satu kali, dan tidak memasukkanya kembali kedalam penutup jarum atau di bengkokkan
  4. Memelihara kebersihan tempat pelayanan kesehatan
  5. Membuang limbah yang tercemar bagi cairan tubuh secara benar dan aman (DepKes RI,1997)

Pengobatan infeksi sekunder dan pemberian antiretroviral (ARV)

Manfaat nya memperoleh khasiat yang lebih lama untuk memperkecil kemungkinan terjadinya resistensi serta meningkatka efektifitas dan lebih menekan aktifitas virus. Bila timbul efek samping, bias diganti dengan obat lainya, dan bila virus mulai resiten terhadap obat yagn sedang digunakan bias memakai kombinasi lain.

a. Saat memulai pengguanan ARV. Menurut WHO (2002), penggunanan ARV bisa dimulai pada orang dewasa berdasarkan criteria:

Bila pemeriksaan CD4 bisa dilakukan pada ;

  • Pasien stadium IV (menurut WHO), tanpa memerhatikan hasil tes CD4
  • Pasien stadium I,II,III (menurut WHO) dengan hasil pergitungan limfosit total <200/µl

    Bila pemeriksaan CD4 tidak dapat dilakukan pada :
  • Pasien stadium IV (menurut WHO)tanpa memerhatikan hasil limfosit total
  • Pasien stadium I,II,III (menurut WHO) dengan hasil perhitungan limfosit total <1000-1200>


Limfosit total <1000-1200>


b. Cara memilih obat

Pertimbangan dalam memilih obat adalah hasil pemeriksaan CD4, viral load, dan kemampuan pasien mengingat penggunaan obat nya. Kebanyakan orang lebih mudah mengingat obatnya sewaktu makan. Selain itu harus mengetahui efek samping dari pemakaian obat nya.


c.Kepatuhan meminum obat membantu mencegah terjadinyaresistensi dan dapat menekan virus secara terus menerus

Pemberian nutrisi

HIV menyebabkan hilangnya nafsu makan dan gangguan penyerapan nutrien. Hal ini berhubungan dengan menurunya atau habis nya cadangan vitamin dan mineral dalam tubuh. Defisiensi vitamin dan mineral pada ODHA sudah cukup dan berimbang seperti orang sehat tetapi akan tetap terjadi defisiensi vitamin dan mineral


Aktifitas dan istirahat

  • Olah raga merupakan aktifitas yang berefek menyehatkan
  • Pada olah raga intensitas tinggi kebutuhan energi meningkat, otot makin tergantung glikogen sehingga metabolisme berubah dari metabolisme aerob menjadi metabolisme anaeraob. Metabolisme anaerob menghasilkan 2 ATP dan asam laktat yang menurunkan kerja otot. Pada saat olah raga tubuh juga meningkatkan ambilan darah, untuk mencegah hipoglikemia, tubuh meningkatkan glikogenolisis dan glukoneonesis hati untuk mempertahankan gula darah normal.

Respon adaptif psikologi
A. Stategi koping

  • Mengumpulkan informasi ang berkaitan dapat menghilangkan kecemasan akibat salah konsepsi dan ketidakpastian
  • Menggunakan sumber intelektual secara efektif. Pasien sering merasa terhibur oleh informasi mengenai penyakit, pengobatan,dan perjalanan penyakit yang diperkirakan terjadi.
  • Meminta dukungan emosional. Kemampuan untuk mendapatkan dukungan emosional dari keluarga, sahabat, dan pelayanan kesehatan sangat penting dalam membantu memelihara rasa kemampuan diri.
  • Menemukan makna dari penyakit. Penyakit merupakan suatu pengalaman manusia, kebanyakan orang menganggap penyakit serius sebagai titik balik kehidupan baik spiritual maupun fisiologis. Terkadang orang menemukan kepuasan dalam keprcayaan merekka bahwa pasien mungkin mempunyai makna atau berguna bagi orang lain.

B. Koping yang positif

  • Pikiran positif tentang dirinya (harga diri). Ini bermanfaat dalam mengatasi stres.
  • Mengontrol diri. Kemampuan dan keyakinan untuk mengontrol diri sendiri dan situasi dikendalikan oleh keberuntungan sehingga pasien akan mampu mengambil hikmah dari sakitnya.
  • Rasionalisasi. Upaya memahami dan menginterprestasikan secara spesifik terhadap stres dalam mencari arti dan makna stres.
  • Teknik perilaku. Dapat dipergunakan untuk membantu individu dalam mengatasi situasi stres. Beberapa individu melakukan kegiatan yang bermanfaat dalam menunjang kesembuhannya. Misalnya dengan tidur teratur, makan seimbang, minum obat anti retro viral dan obat untuk infeksi sekunder secara teratur, tidur dan istirahat yang cukup, dan menghindari konsumsi obat-obat yang memperparah sakitnya.

Respon social (keluarga dan peer group)

  • Dukungan sosial
    Dukungan sosial sangat diperlukan terutama pada PHIV yang kondisinya sudah sangat parah.individu yang termasuk dalam memberikan dukungan sosial meliputi pasangan (suami/istri), orang tua,anak, sanak keluarga, teman, team kesehatan, dan rekan – rekannya.
  • Dukungan emosional
    Mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian terhadap pasien yang bersangkutan
  • Dukungan penghargaan
    Dengan memberikan hormat yang positif bagi pasien, dorongan maju, dan perbandingan yang positif
  • Dukungan instrumental
    Mencakup bantuan langsung, misalnya orang memberikan pinjaman uang kepada orang yangmembutuhkan
  • Dukungan internal
    Mencakup pemberiann nasihat, saran, pengetahuan, dan informasi serta petunjuk.

Respon spiritual

Respon ini ditekankan pada penerimaan pasien terhadap sakit yang di deritanya, sehingga PHIV akan dapat menerima dengan iklash terhadap sakit yang dialami dan mampu mengambil hikmah. Menguatkan harapan yang realistis kepada pasien terhadap kesembuhanya. Mengingatkan dan mengajarkan pasien untuk selalu berfikir positif terhadap semua cobaan yang dialaminya, sehingga pasien diharapkan memperoleh suatu ketenangan selama sakit. Ketabahan hati sangat dianjurkankepada PHIV, dengan menguatkan diri kepada tuhan. Misalnya membrikan contoh nyata atau mengutip kitab suci. Pada respon spiritual, pasien HiV penggunaan strategi koping meningkatkan harapan dan ketabahan pasien serta mampu memacu pasien untuk pandai mengambil hikmah.

Prosedur yang dilakukan bila karyawan terinfeksi HIV+

  1. Jangan meninggalkan karyawan bekerja sendiri. dalam artian, karyawan tetap di perbolehkan bekerja dengan pengawasan dokter yang menanganinya.
  2. Tak perlu ada diskriminasi dalam perlakuan antara karyawan ODHA dan bukan, dan menginformasikan penularan HIV dengan benar. Karyawan (ODHA) mendapat perhatian yang lebih, dukungan yang positif, motivasi kerja tetap di berikan, dukungan spiritual dari rekan kerja, dan atasan.
  3. Informasi mengenai karyawan yang terinfeksi, di harapkan tidak menyebar sampai lingkup external. Karena itu dapat memberikan dampak negatif bagi rumah sakit dalam menangani pasien lainnya atau memberikan citra rumah sakit yang tidak dapat diharapkan membantu pasien lainya. Hingga mengakibatkan pasien takut untuk berobat ke rumah sakit.
  4. Untuk dokter yang terinfeksi atau perawat yang terinfeksi, tetap bekerja sesuai aturan dan kebijakan yang telah di tetapkan. Misalnya penggunaan alat pelindung dalam memeriksa pasien, agar pasien yang tidak memiliki HIV tidak tertular dari dokter yang terinfeksi HIV. Dalam penyuntikan atau pengobatan lainnya, dokter yang memeriksa pasien tetap berada di bawah pengawasan dokter yang tidak terinfeksi agar proses membantu pasien dapat berjalan dengan baik dan tidak menularkan ke pasien lain.

Jenis pemeriksaan lab yang digunakan untuk mendiagnosa HIV AIDS

Diagnosis HIV / AIDS dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium dan pembagian gejala klinis baik minor maupun mayor. CDC telah menetapkan system stadium HIV untuk bayi dan anak-anak berdasarkan nilai hitung CD4 dan limfosit serta tanda dan gejala klinis, sedangkan system diangnosis HIV menurut WHO adalah berdasarkan pembagian tanda dan gejala klinis menjadi criteria mayor dan minor.


Tes skrining yang digunakan untuk mendiangnosa HIV adalah ELISA(enzyme-linked immunosorbent assay). Pada daerah-daerah dimana prevalensi HIV sangat tinggi, dua kali hasil ELISA positif ditambah gejala klinis bisadigunakan untuk mendiagnosa HIV. Western blot merupakan elektroforesis gel poliakrilamid yang digunakan untuk mendeteksi protein yang spesifik terhadap DNA. Jika tidak ada rantai protein yang digunakan, berarti hasil tes negative.sedangkan bila hamper semua rantai protein di temukan, bearti western blot positif. Tes western blot mungkin tidak bisa juga menyimpulkan seseorang menderita HIV atau tida. Oleh karena itu tes harus di ulangi lagi setelah dua minggu dengan sampel yang sama, jika western blot tetap tidak bisa disimpulkan, maka western blot harus diulang lagi setelah 6 bulan. Jika tes tetap negative, berarti dianggap HIV negative.


PCR (polymerase chain reaction) untuk DNA dan RNA virus HIV sangat sensitive dan spesifik untuk infeksi HIV. Tes ini sering digunakan bila hasil tes yang lain tidak jelas.


Pemeriksaan laboratorium

Limfosit CD4 merupakan salah satu cara untuk mengetahui kuantitas fungsi imunologi pasien. CD4 juga berguna untuk menentukan stadium klinis HIV. Tetapi bila pemeriksaan CD4 tidak tersediam total hitug limfosit bisa sangat berguna. Pasien yang terinfeksi HIV hamper seluruh nya mengalami gangguan hematologi. Neuttropenia(penurunan sel darah putih)bisa di sebabkan karena virus itu sendiri atau obat-obatan yang digunakan pada pasien HIV. Bila ditemukan anemia, biasanya normositik dan normokromik. Pasien juga bisa mengalami limfopenik (ditandai dengan penurunan jumlah sel darah putih dalam sirkulasi)


Sumber : (nursalam, dan ninuk dian, asuhan keperawatan pasien terinfeksi, 2007)

Klasifikasi menurut CDC

CDC mengklasifikasikan HIV/AIDS pada remaja (>13 th dan dewasa) berdasarkan dua system, yaitu dengan melihat jumlah sepresi kekebalan tubuh yang dialami pasien serta stadium klinis. Jumlah supresi kekebalan tubuh di tunjukkan oleh limfosit CD4+. System ini didasarkan pada tiga kisaran CD4+ dan tiga kategori klinis, yaitu :

  • kategori 1 : ≥ 500 sel/µl
  • kategori 2 : 200 – 499 sel/µl
  • kategori 3 : < 200 sel/µl

Sumber : (nursalam, dan ninuk dian, asuhan keperawatan pasien terinfeksi, 2007)

ANEMIA

Anemia

Apa Itu Anemia?

Anemia adalah kekurangan hemoglobin (Hb). Hb adalah protein dalam sel darah merah, yang mengantar oksigen dari paru ke bagian tubuh yang lain.

Anemia menyebabkan kelelahan, sesak napas dan pusing. Orang dengan anemia merasa badannya kurang enak dibandingkan orang dengan tingkat Hb yang wajar. Mereka merasa lebih sulit untuk bekerja. Ini berarti mutu hidupnya lebih rendah.

Anemia didefinisikan oleh tingkat Hb. Sebagian besar dokter sepakat bahwa tingkat Hb di bawah 6,5 menunjukkan anemia yang gawat. Tingkat Hb yang normal adalah sedikitnya 12 untuk perempuan dan 14 untuk laki-laki.

Secara keseluruhan, perempuan mempunyai tingkat Hb yang lebih rendah dibandingkan laki-laki. Begitu juga dengan orang yang sangat tua atau sangat muda.

Apa Penyebab Anemia?
Sumsum tulang membuat sel darah merah. Proses ini membutuhkan zat besi, serta vitamin B12 dan asam folat. Eritropoietin (EPO) merangsang pembuatan sel darah merah. EPO adalah hormon yang dibuat oleh ginjal.

Anemia dapat terjadi bila tubuh kita tidak membuat sel darah merah secukupnya. Anemia juga disebabkan kehilangan atau kerusakan pada sel tersebut. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan anemia:
  • Kekurangan zat besi, vitamin B12 atau asam folat. Kekurangan asam folat dapat menyebabkan jenis anemia yang disebut megaloblastik, dengan sel darah merah yang besar dengan warna muda
  • Kerusakan pada sumsum tulang atau ginjal
  • Kehilangan darah akibat pendarahan dalam atau siklus haid perempuan
  • Penghancuran sel darah merah (anemia hemolitik)

Infeksi HIV dapat menyebabkan anemia. Begitu juga banyak infeksi oportunistik terkait dengan penyakit HIV. Banyak obat yang umumnya dipakai untuk mengobati HIV dan infeksi terkait dapat menyebabkan anemia.


Anemia dan HIV
Dahulu, anemia berat jauh lebih umum. Lebih dari 80% yang didiagnosis AIDS mengalami anemia dengan tingkat tertentu. Orang dengan penyakit HIV lebih lanjut, atau dengan jumlah CD4 lebih rendah, mengalami angka anemia lebih tinggi.

Angka anemia menurun setelah Odha mulai memakai terapi antiretroviral (ART). Anemia berat jarang terjadi di negara maju. Namun ART belum memberantas anemia. Satu penelitian besar menemukan bahwa kurang lebih 46% pasien mempunyai anemia ringan atau sedang, walaupun sudah memakai ART selama satu tahun.

Beberapa faktor yang berhubungan dengan angka anemia semakin tinggi pada Odha:

  • Jumlah CD4 yang lebih rendah
  • Viral load yang lebih tinggi
  • Memakai AZT
  • Pada perempuan

Kelanjutan penyakit HIV kurang-lebih lima kali lebih umum pada orang dengan anemia. Anemia juga dikaitkan dengan risiko kematian yang lebih tinggi. Mengobati anemia tampaknya dapat menghapuskan risiko ini.


Bagaimana Anemia Diobati?
Mengobati anemia tergantung pada penyebabnya.

  • Pertama, mengobati pendarahan kronis. Ini mungkin pendarahan dalam, wasir, atau bahkan sering mimisan
  • Berikut, memperbaiki kelangkaan zat besi, vitamin B12 atau asam folat, jika ada
  • Berhenti memakai, atau mengurangi dosis obat penyebab anemia

Pendekatan ini mungkin tidak berhasil. Mungkin mustahil berhenti memakai semua obat yang menyebabkan anemia. Dua pengobatan lain adalah transfusi darah dan suntikan EPO.


Transfusi darah dahulu satu-satunya pengobatan untuk anemia parah. Namun, transfusi darah dapat menyebabkan infeksi dan menekan sistem kekebalan tubuh. Transfusi darah tampaknya mengakibatkan kelanjutan penyakit HIV yang lebih cepat dan meningkatkan risiko kematian pada Odha.


EPO (eritropoietin) merangsang pembuatan sel darah merah. Pada 1985, ilmuwan berhasil membuat EPO sintetis (buatan manusia). EPO ini disuntik di bawah kulit, biasanya sekali seminggu. Namun EPO sangat mahal dan sulit terjangkau di Indonesia.
Sebuah penelitian besar terhadap Odha menemukan bahwa suntikan EPO mengurangi risiko kematian. Transfusi darah tampaknya meningkatkan risiko kematian. Karena risiko dari transfusi darah, sebaiknya kita hindari transfusi untuk mengobati anemia.


Garis Dasar
Anemia menyebabkan kelelahan dan rasa kurang enak. Anemia juga meningkatkan risiko kelanjutan penyakit dan kematian. Anemia dapat diakibatkan infeksi HIV atau penyakit lain. Banyak obat yang dipakai untuk mengobati HIV dan infeksi terkait juga dapat menyebabkan anemia.

Anemia sejak awal adalah masalah untuk Odha. Angka anemia berat menurun secara bermakna di negara maju sejak orang mulai memakai ART. Namun hampir separuh Odha masih mengalami anemia ringan atau sedang.

Mengobati anemia meningkatkan kesehatan dan daya tahan hidup Odha. Memperbaiki pendarahan, atau kekurangan zat besi atau vitamin adalah langkah pertama. Jika memungkinkan, sebaiknya berhenti memakai obat penyebab anemia. Jika perlu, pasien sebaiknya diobati dengan eritropoietin (EPO), atau jika tidak ada pilihan lain, dengan transfusi darah.

Kamis, 19 Maret 2009

Pil KB Bisa Tingkatkan Risiko Hipertensi

Berikut beberapa pengaruh pil KB pada sistem tubuh.

*Pada metabolisme karbohidrat. Pemakaian pil KB antara lain dapat menyebabkan gangguan toleransi flukosa, dan resistensi insulin. Efek ini biasanya untuk sementara, dan hanya 3-11% pemakai yang mengalami peningkatan gula darah menetap. Pemakai pil KB yang mengalami gangguan metabolisme karbohidrat ini umumnya mempunyai keluarga yang menderita penyakit kencing manis (DM) khususnya orang tua dan saudara kandung, pernah mengalami DM waktu hamil, dan obesitas. Yang berpengaruh secara nyata terhadap metabolisme karbohidrat ini adalah progesteron, sedangkan estrogen tidak menyebabkan pengaruh secara berarti. Pengaruh progesteron terhadap metabolisme karbohidrat antara lain menurunkan jumlah dan afinitas reseptor insulin terhadap glukosa dan meningkatkan jumlah kortisol bebas, sehingga hasil akhirnya adalah meningkatnya kadar gula darah.


* Pada metabolisme lemak. Perubahan metabolisme lemak pada pemakai pil KB disebabkan oleh estrogen dan progesteron, yang masing-masing mempunyai efek berbeda. Estrogen bersifat kardioprotektif (melindungi jantung) dan anti-aterogenik (anti pembentukan lemak), sedangkan progestron bersifat anti-estrogen. Pemakaian estogen tunggal antara lain akan menurunkan aktivitas enzim liporotein lipase, meningkatkan kadar kolesterol HDL (kolesterol baik), dan menurunkan kadar kolesterol LDL (kolesterol jahat). Efek progesteron justru berbanding terbalik dengan efek estrogen tersebut, dan efek ini tergantung pada potensi androgen-nya. Makin kuat potensi androgen-nya, makin besar efek buruknya pada metabolisme lemak. Usaha untuk mengurangi efek ini antara lain dengan memakai pil KB kombinasi estrogen dengan kadar progesteron yang bervariasi (pil kombinasi sekuensial).


* Pada metabolisme elektrolit. Estrogen akan meningkatkan aktivitas vitamin-D dan membantu masuknya kalsium ke dalam tulang. Penelitian menunjukkan bahwa pemberian estrogen akan meningkatkan densitas tulang dan mencegah keroposnya tulang (osteoporosis) pascamenopause.

* Pada sistem pembekuan darah. Estrogen antara lain akan meningkatkan aktivitas pembekuan darah, sehingga akan memudahkan trombosis (pembekuan) di pembuluh darah, dengan akibat lanjut menyebabkan sumbatan dan gangguan pada aliran darah. Makin besar dosis estrogen yang diberikan, makin besar pula efeknya. Efek ini akan makin diperbesar dengan pengaruh anti-estrogen dan progesteron.


* Pada sistem hati dan kandung empedu. Estrogen akan menyebabkan perubahan pada hasil tes faal hati. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemakaian estrogen akan meningkatkan insiden radang kandung empedu dan pembentukan batu empedu. Efek ini diduga diakibatkan oleh lambatnya pengosongan kandung empedu, meningkatnya kadar kolesterol, dan menurunnya kadar asam empedu di dalam cairan empedu. Pemakaian obat-obatan yang melewati siklus hati, seperti antibiotik dan antikejang, akan menurunkan efektivitas pil KB.


* Pada sistem kardiovaskuler dan serebrovaskuler. Penelitian menunjukkan bahwa pemakaian pil KB meningkatkan kejadian tromboemboli dan gangguan pembuluh darah otak. Tromboemboli terjadi akibat perubahan sistem pembekuan darah akibat estrogen, disamping efek aterosklerosis oleh pengaruh progesteron. Risiko akan meningkat pada perokok dan berkurang bila dosis estrogen dikurangi. Risiko tromboemboli ini tidak dipengaruhi oleh lamanya pemakaian pil KB. Tekanan darah tinggi (hipertensi) dapat terjadi pada 5% pemakai pil KB. Hal ini dipengaruhi usia, jenis kelamin, suku dan riwayat keluarga. Tekanan darah akan meningkat secara bertahap dan bersifat tak menetap. Jika hipertensi menetap setelah pil KB dihentikan, berarti telah terjadi perubahan permanen pada pembuluh darah akibat aterosklerosis.

Penggunaan pil KB akan meningkatkan angka kejadian penyakit jantung koroner. Risiko ini dihubungkan dengan lama pemakaian pil KB, dan adanya risiko penyakit jantung koroner yang lain seperti usia lanjut, merokok, kegemukan dan hipertensi. Penggunaan sediaan dengan estrogen dan progesteron dosis rendah akan mengurangi risiko tersebut tetapi tidak menghilangkannya. Kejadian gangguan pada peredaran darah otak pada pengguna pil KB lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak memakai. Gangguan ini terutama pada pemakai pil KB kombinasi yang berusia di atas 35 tahun perokok, dengan kadar lemak darah tinggi, dan menderita hipertensi.


Minggu, 15 Februari 2009

DASAR GIZI

MAKALAH

GIZI DAN MASA DEPAN BANGSA



Di Susun oleh :

LUSY FEFRIDA

08329226

IKM,MRS

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA

2009



PENDAHULUAN

Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait.
Masalah gizi, meskipun sering berkaitan dengan masalah kekurangan pangan, pemecahannya tidak selalu berupa peningkatan produksi dan pengadaan pangan. Pada kasus tertentu, seperti dalam keadaan krisis (bencana kekeringan, perang, kekacauan sosial, krisis ekonomi), masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, yaitu kemampuan rumah tangga memperoleh makanan untuk semua anggotanya. Menyadari hal itu, peningkatan status gizi masyarakat memerlukan kebijakan yang menjamin setiap anggota masyarakat untuk memperoleh makanan yang cukup jumlah dan mutunya. Dalam konteks itu masalah gizi tidak lagi semata-mata masalah kesehatan tetapi juga masalah kemiskinan, pemerataan, dan masalah kesempatan kerja.

Masalah gizi di Indonesia dan di negara berkembang pada umumnya masih didominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), masalah Anemia Besi, masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), masalah Kurang Vitamin A (KVA) dan masalah obesitas terutama di kota-kota besar. Pada Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi tahun 1993, telah terungkap bahwa Indonesia mengalami masalah gizi £inda yang artinya sementara masalah gizi kurang belum dapat diatasi secara menyeluruh, udah muncul masalah baru, yaitu berupa gizi lebih.

Di samping masalah tersebut di atas, diduga ada masalah gizi mikro lainnya sepeni defisiensi Zink yang sampai saat ini belum terungkapkan, karena adanya keterbatasan Iptek Gizi, Secara umum masalah gizi di Indonesia, terutama KEP, masih lebih tinggi daripada negara ASEAN lainnya. Pada tahun 1995 sekitar 35,4% anak balita di Indo­nesia menderita KEP (persen median berat menurut umur 80%).

LATAR BELAKANG

Sehat adalah hak. Itu artinya pemerintah punya kewajiban yang tidak bisa ditawar untuk memenuhi dan melindungi hak-hak kesehatan warga negaranya termasuk di dalamnya hak para ibu, bayi baru lahir dan anak.

Berbicara tentang memperbaiki kualitas sumber daya manusia melalui peningkatan taraf hidup anak-anak, mau tidak mau kita harus juga berbicara tentang kesehatan si Ibu. Ibu yang sehat, cukup gizi, terjaga secara emosional akan melahirkan anak-anak yang juga sehat, cerdas dan memiliki perkembangan emosional yang baik. Dengan kehadiran seorang ibu setelah proses kelahiran, bayi-bayi yang dilahirkan memiliki kesempatan bertahan hidup yang lebih tinggi. Hal ini tidak saja terkait dengan fungsi perawatan yang diberikan oleh ibu tetapi juga terkait dengan fungsi memberi air susu (menyusui) yang secara spesifik hanya dimiliki oleh kaum ibu. Fungsi ini tidak akan pernah bisa tergantikan bahkan oleh kehadiran susu-susu formulasi yang banyak ditemui di pasaran.

PERMASALAHAN

Sebuah data menyebutkan lebih dari separuh kematian balita di Indonesia disebabkan oleh kekurangan gizi (54% dari AKB), dan 10,783 % kematian bayi tersebut dapat dicegah dengan pemberian ASI segera (HSP News 5/9/2006). Persoalannya sekarang adalah untuk mendapatkan air susu yang berkualitas, maka seorang ibu membutuhkan makanan yang berkualitas pula. Sejauh manakah kesadaran ini telah terbangun dalam masyarakat? dan sejauh manapula komitmen para penyelenggara negara dalam menjamin kesehatan para ibu dan balita ini ?

PEMBAHASAN

Pembangunan sumber daya manusia (SDM) belum menunjukkan hasil menggembirakan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) Indonesia menempati urutan ke-112 dari 174 negara (UNDP, 2003). Pada tahun 2004, IPM Indonesia menempati peringkat 111 dari 177 negara (UNDP, 2004). Peringkat ini
lebih rendah dibandingkan peringkat IPM negara-negara tetangga.

Rendahnya IPM ini tak luput dari faktor rendahnya status gizi dan kesehatan penduduk Indonesia. Itu dapat ditunjukkan dengan masih tingginya angka kematian bayi yang mencapai 35 per seribu kelahiran hidup; angka kematian balita, 58 per seribu; serta angka kematian ibu, 307 per seratus ribu kelahiran hidup (UNDP, 2001). Lebih dari separuh kematian bayi, balita, dan ibu ini berkaitan dengan buruknya status gizi.

Badai krisis ekonomi yang menerpa Indonesia sejak tahun 1997 telah menjadikan asupan zat gizi ibu hamil, khususnya dari masyarakat kurang mampu, menurun signifikan dan menjadikan mereka mengalami kurang energi kronis (KEK). Tingginya angka kurang gizi pada ibu hamil ini mempunyai kontribusi terhadap tingginya angka berat badan lahir rendah (BBLR) di Indonesia yang diperkirakan mencapai 350 ribu bayi setiap tahunnya (Depkes, 2004). Padahal bayi-bayi BBLR umumnya akan mengalami kehidupan masa depan yang kurang baik. Mereka mempunyai risiko lebih tinggi meninggal dalam lima tahun pertama kehidupan. Mereka yang dapat bertahan hidup dalam lima tahun pertama pun masih dihadapkan dengan risiko lebih tinggi dalam kehidupan jangka panjangnya.

Masa balita penting karena merupakan masa kritis dalam upaya menciptakan SDM berkualitas. Enam bulan terakhir masa kehamilan hingga dua tahun pertama pasca-kelahiran merupakan masa emas di mana sel-sel otak sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Gagal tumbuh yang terjadi akibat kurang gizi pada masa-masa emas ini akan berakibat buruk pada kehidupan berikutnya yang sulit diperbaiki.

Anak yang menderita kurang gizi (stunted) berat mempunyai rata-rata IQ 11 poin lebih rendah dibandingkan rata-rata anak-anak yang tidak stunted (UNICEF, 1998). Akibat lanjutan tingginya angka BBLR dan kurang gizi pada masa balita serta tidak adanya pencapaian perbaikan pertumbuhan (catch-up growth) yang sempurna pada masa berikutnya, adalah banyaknya anak usia sekolah yang kurang gizi. Lebih dari sepertiga (36,1 persen) anak usia sekolah di Indonesia tergolong pendek ketika memasuki usia sekolah yang merupakan indikator adanya kurang gizi kronis.

Menengok kebijakan Anggaran biaya bidang kesehatan di Indonesia paling rendah dibanding negara-negara tetangga. Anggaran kesehatan kita kurang dari separuh anggaran Malaysia, dan kurang lebih hanya sepertiga anggaran kesehatan Thailand dan Filipina. Kondisi ini menjadi lebih berat dengan maraknya berbagai masalah gizi buruk belakangan ini.

Terbatasnya sumberdaya dan kemampuan pemerintah menyediakan anggaran di saat beban pembangunan kesehatan meningkat, maka kebijakan yang berimbang dan simultan merupakan pendekatan yang sensibel untuk perencanaan kebijakan kesehatan masyarakat di Indonesia. Yaitu antara upaya-upaya kesehatan promotif dan preventif di satu sisi, dan upaya-upaya kesehatan kuratif/rehabilitatif di sisi lain. Ironisnya, selama ini perhatian terhadap upaya-upaya kesehatan promotif dan preventif sangat kecil dibandingkan perhatian pada upaya-upaya kuratif-rehabilitatif. Paling tidak, hal ini dapat dilihat dari rendahnya anggaran yang dialokasikan untuk upaya-upaya promotif-preventif ini, yang tidak mencapai 10 persen dari total anggaran kesehatan.

Tingginya kejadian luar biasa (KLB)-baik untuk penyakit menular seperti demam berdarah, malaria, maupun gizi buruk-akhir-akhir ini, merupakan dampak dari kebijakan pembangunan kesehatan yang bersifat responsif dan cenderung 'kagetan'. Bukan kebijakan kesehatan yang antisipatif serta dirumuskan dengan cara yang lebih sistematis berdasarkan fakta di lapangan (evidence based). Pembangunan yang bersifat non-fisik dan tidak dapat dilihat hasilnya dalam waktu dekat seperti pembangunan kesehatan umumnya, kurang mendapat perhatian. Di samping itu, sering alokasi anggaran kesehatan tidak memihak kepentingan rakyat banyak. Anggaran lebih dominan untuk keperluan sekelompok penduduk perkotaan, atau mungkin hanya menguntungkan penentu kebijakan saja.

Akibat masalah gizi kronis, lebih dari sepertiga anak Indonesia tergolong pendek ketika memasuki usia sekolah. IQ anak kurang gizi rata-rata lebih rendah 11 poin dibanding yang tidak kurang gizi.

Masa Depan Anak Kurang Gizi, Masa Depan Kita

Jika seorang ibu dipaksa mengabaikan tangisan anaknya yang lapar. Jika seorang ibu dipaksa jadi biasa menyaksikan sang bayi kehilangan seri di wajahnya, lalu tubuhnya kering mengurus dan perutnya menggembung hingga bocah yang mestinya lucu menggemaskan itu tinggal tanpa daya, alangkah menyakitkan

Kekurangan gizi mengakibatkan otak anak-anak ini tidak berkembang, bahkan cacat dan tak akan pernah bisa dipulihkan. Setiap kali seorang anak mengalami penderitaan demikian, hak asasi manusia telah direnggut dan dicampakkan, karena menjadi sehat adalah hak asasi.

Menurut data Susenas 2003 yang diolah Departemen Kesehatan, dari sekitar 18 juta anak usia di bawah lima tahun, 28 persen atau sekitar lima juta anak di negeri ini berstatus kurang gizi. Dari sejumlah anak berstatus gizi kurang itu diperhitungkan 116.000 anak membutuhkan pertolongan medis sekadar untuk mencegah mereka tidak meninggal, meskipun telanjur cacat, karena kondisi gizi buruk tingkat berat seperti marasmus, kwashiorkor, atau bentuk kombinasi marasmus-kwashiorkor.

Kekurangan gizi juga melemahkan daya tahan anak-anak itu terhadap wabah penyakit-penyakit infeksi yang belum tertanggulangi di negeri ini. Secara timbal balik, penyakit juga menghilangkan kemampuan anak-anak menyerap gizi dengan baik.

Masalahnya bangsa ini memiliki ingatan amat pendek. Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi sebagai alat manajemen informasi pengelolaan program pangan dan gizi di daerah yang melibatkan berbagai instansi lintas. Kerawanan pangan dan kekurangan gizi seakan-akan dipandang sebagai masalah rumah tangga, dilepaskan dari konteks kondisi struktural yang mengakibatkan pemiskinan. Jika di suatu kabupaten berpenduduk satu juta keluarga, pelayanan kesehatan dasar tidak mungkin diberikan oleh petugas medis dari Dinas Kesehatan di kabupaten yang total jumlahnya mungkin tak lebih dari 300 orang. Kesehatan masyarakat tidak akan dapat dicapai tanpa keterlibatan masyarakat dalam upaya pembinaan kesehatan masyarakat.

Pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) yang melakukan pembinaan kesehatan di wilayahnya bisa dipandang sebagai komponen penting dalam infrastruktur pelayanan dasar kesehatan tersebut. Masa depan anak-anak adalah masa depan bangsa ini, adalah tanggung jawab kita.

Pemenuhan Kebutuhan Gizi dan Masa Depan Bangsa

Asupan gizi bagi manusia merupakan sesuatu yang sangat penting untuk dipenuhi. Hal ini perlu mendapatkan perhatian mengingat selama ini tampaknya kecukupan bahan pangan hanya menjadi tugas individu-individu dari para orang tua. Sama sekali belum terlihat adanya kebijakan pemerintah yang serius untuk menangani persoalan gizi secara nasional. Kesenjangan ekonomi adalah pemicu utama dari ketidaktercukupan gizi masyarakat. semakin banyak rakyat miskin akan memperbanyak jumlah penduduk yang kekurangan gizi. Asupan gizi, terutama pada usia balita, menjadi bagian penting dalam pembangunan kualitas sumber daya manusia. Sehingga untuk pembangunan manusia cerdas dimulai dari hasil pembuahan. Sejak saat itulah individu memerlukan asupan gizi yang lebih.

Dalam teori tabularasa dikatakan pertumbuhan manusia dipengaruhi faktor bawaan (paham naturalisme) dan faktor lingkungan (paham empirisme). Dengan demikian, sungguhpun individu dilahirkan dari keturunan yang ber-IQ superior tetapi jika tidak diiringi dengan gizi yang cukup, maka tidak akan menghasilkan individu yang cerdas. Hal inilah yang menjadi dasar betapa pentingnya pemenuhan gizi bagi manusia calon penerus bangsa.

Pemenuhan Gizi bagi Warga Miskin

Instansi terkait semestinya tetap mengedepankan pemenuhan gizi bagi warga miskin yang mempunyai balita. Hal ini dilakukan dengan pendataan pada pos pelayanan terpadu atau pada puskesmas terdekat. Tanggung jawab yang sama juga ada di pundak orang tua, sebagai kepala keluarga. Mereka harus dengan optimal memperhatikan kualitas asupan gizi anak-anaknya. Jadi, jangan hanya berharap dari pemerintah. Kecukupan asupan gizi bagi usia balita sangat berkontribusi positif bagi dunia pendidikan. Pendidikan yang dinyatakan sebagai lokomotif pembangunan sangat bergantung sepenuhnya dengan kualitas in-putnya. Jika in-put pendidikan adalah SDM yang sangat rendah, maka akan sangat sukar pula untuk memperbaiki kualitas SDM-nya. Dengan demikian, sektor pendidikan sangat berharap agar kualitas in-put pendidikan adalah mereka yang merupakan bahan baku yang siap untuk dijadikan pimpinan dan pioner pada masa depan bangsa.

Dengan in-put yang baik atau bahkan dengan IQ di atas rata-rata, maka akan sangat mudah untuk mempersembahkan generasi penerus yang terbaik bagi bangsa ini. Sehingga pendidikan akan mampu memberikan yang terbaik.

Pedoman Umum Gizi Seimbang

Berikut adalah beberapa dasar gizi seimbang :

1. Makanlah beraneka ragam makanan

Makan beraneka ragam makanan dapat lebih mencukupi kebutuhan gizi seseorang yaitu kebutuhan lengkap akan karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral. Berbagai jenis bahan makanan mempunyai masing-masing kandungan gizinya dengan kata lain mempunyai kelebihan dan kekurangan atas zat gizi tertentu. Misalnya beberapa makanan mengandung tinggi karbohidrat tetapi kurang vitamin dan mineral. Sedangkan beberapa makanan lain kaya vitamin tetapi miskin karbohidrat. Jadi, untuk mencapai masukan zat gizi yang seimbang tidak mungkin dipenuhi hanyaoleh satu jenis bahan makanan, melainkan harus terdiri dari aneka ragam bahan makanan. Masing-masing bahan makanan akan saling memenuhi kebutuhan akan zat gizi.

2. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi.

Seseorang dapat menjalankan aktivitasnya seperti bekerja, belajar, berpikir atau pun berolahraga karena mempunyai energi. Energi ini didapatkan dari makanan khususnya dari karbohidrat, protein dan lemak. Jumlah makanan yang dimakan haruslah cukup. Jika berlebihan akan menambah berat badan sehingga meningkatkan resiko penyakit jantung, stroke dan lainnya. Jika kurangseseorang akan kekurangan energi sehingga menjadi lemas atau kurang bersemangat dan dapat menurunkan produkivitas kerja.

3. Makanlah sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi.

Makanan sumber karbohidrat ini terdapat dalam bahan makanan pokok yang merupakan porsi yang paling besar dalam hidangan sebaiknya tidak lebih dari setengah kebutuhan. Setengah yang lainnya akan dipenuhi oleh bahan makanan lain yaitu protein dan lemak. Misalnya jika seseorang kekenyangan makan ubi akan melupakan makanan lain yang menjadi sumber protein dan lemak.

4. Batasi konsumsi lemak dan minyak seperempat dari kebutuhan energi.

Lemak dan minyak yang terdapat di dalam makanan berguna untuk meningkatkan jumlah energi, membantu penyerapan vitamin-vitamin A, D, E, dan K, serta menambah lezatnya hidangan. Konsumsi lemak dan minyak dalam makanan sehari-hari sebaiknya 15 – 25 % dari kebutuhan energi. Potensi lemak dan minyak sebagai sumber energi terhitung lebih tinggi daripada karbohidrat dan protein. Tiap gram lemak menghasilkan 9 kilokalori, sedangkan karbohidrat dan protein hanya 4 kilokalori.

5. Gunakan garam beryodium.

Sesuai Keppres No. 69 tahun 1994, semua garam yang beredar di Indonesia harus mengandung yodium. Kebijaksanaan ini berkaitan erat dengan masih tingginya kejadian gangguan kesehatan akibat kekurangan yodium (GAKY) di Indonesia. Garam beryodium adalah garam natrium yang telah diperkaya dengan KIO 3 (kalium iodat) sebanyak 30-80 ppm.

6. Makanlah makanan sumber zat besi.

Zat besi (Fe) merupakan salah satu unsur pembentuk dari sel darah merah (eritrosit) yang bertanggungjawab transpor oksigen dan karbondioksida. Kekurangan zat besi menimbulkan masalah anemia gizi besi atau di masyarakat dikenal dengan penyakit kurang darah. Sumber utama Fe adalah bahan pangan hewani dan kacang-kacangan serta sayuran berwarna hijau tua. Kesulitan utama untuk memenuhi kebutuhan Fe adalah rendahnya tingkat penyerapan Fe di dalam tubuh, terutama sumber Fe nabati yang hanya diserap 1-2%. Sedangkan tingkat penyerapan Fe makanan asal hewani dapat mencapai 10-20%. Ini berarti bahwa Fe pangan asal hewani (heme) lebih mudah diserap daripada Fe pangan asal nabati (non heme).

7. Berikan Air Susu Ibu (ASI) saja (ASI Eksklusif) sampai bayi umur 6 bulan.

ASI adalah makanan terbaik untuk bayi. Tidak ada seseorang pun yang dapat membuat makanan atau minuman sebaik ASI untuk bayi. Komposisi gizi dalam ASI sangat lengkap dan dapat memenuhi kebutuhan bayi untuk tumbuh sehat. Selain itu efek psikologis yang ditimbulkan baik terhadap bayi maupun ibunya. Kolostrum yang terdapat pada awal setelah ibu melahirkan meskipun hanya dalam jumlah sedikit mengandung zat kekebalan dan vitamin A tinggi harus segera diberikan pada bayi. Untuk mendapatkan manfaat yang maksimal dari ASI, maka ASI harus diberikan kepada bayi segera setelah dilahirkan (dalam waktu 30 menit setelah lahir). Disamping itu daya isap bayi pada saat itu paling kuat dapat merangsang produksi ASI selanjutnya.

8. Biasakan makan pagi.

Sarapan atau makan pagi sangat penting untuk menunjang aktivitas sehari-hari. Makan pagi dapat mendukung produktivitas kerja karena meningkatkan daya tahan kerja. Bagi anak sekolah makan pagi penting untuk meningkatkan konsentrasi dalam belajar sehingga lebih mudah untuk menerima pelajaran. Kebiasaan makan pagi juga membantu seseorang untuk memenuhi kecukupan gizinya sehari-hari. Kebiasaan seseorang menghindari makan pagi dengan tujuan untuk menurunkan berat badan merupakan kekeliruan yang dapat mengganggu kondisi kesehatan misalnya berupa gangguan pada saluran pencernaan sepeti sakit maag.

9. Minumlah air bersih dan aman yang cukup.

Air yang bersih dan aman harus direbus sampai mendidih terlebih dahulu supaya kuman mati. Untuk memenuhi kebutuhan air dikonsumsi sekurang-kurangnya 2 liter atau setara dengan 8 gelas sehari. Minum air yang cukup dapat menurunkan resiko penyakit ginjal dan saluran kencing.

10. Lakukan aktivitas fisik dan olehraga secara teratur.

Kebugaran fisik akan mudah dicapai jika seseorang berolahraga atau melakukan aktivitas fisik secara teratur. Seseorang dapat melakukan aktivitas fisik tanpa kelelahan yang berarti. Olahraga teratur juga dapat menjaga kelebihan berat badan serta meningkatkan fungsi jantung, paru dan otot. Disamping itu olahraga juga dapat memperlambat proses penuaan.

12. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan.

Makanan harus bergizi lengkap dan juga harus layak dikonsumsi sehingga aman bagi kesehatan. Makanan yang aman adalah makanan yang bebas dari kuman dan bahan kimia berbahaya serta tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat atau dengan kata lain halal.

Banyak kasus gizi buruk yang tidak terekspos media. Semua itu merupakan lembaran hitam bagi pembangunan kualitas SDM. Bagaimana mungkin bangsa ini akan handal di masa mendatang kalau generasi mudanya, terutama anak-anak dan balita kekurangan gizi. Sehingga pembangunan bangsa ke depan tidak cukup dengan upaya perbaikan kualitas pendidikan. Gizi juga merupakan salah satu faktor yang vital untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia.

Undang-undang Dasar 1945 pasal 28h ayat (1) telah menjamin bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Kemudian UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dalam pasal 4, pasal 6, pasal 7, pasal 8 dan pasal 9 juga telah mengatur hak masyarakat dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal dan tugas serta tanggung jawab pemerintah dalam menyelenggarakan dan dalam meningkatkan derajat kesehatan.


KESIMPULAN

Pencukupan asupan gizi harus menjadi kepedulian bersama bagi masyarakat indonesia, semua itu dilakukan dan ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Hal yang paling penting adalah menanamkan pola pemberian gizi yang seimbang kepada masyarkat terlebih utama kepada tunas bangsa.

DAFTAR PUSTAKA

http://sanggar.wordpress.com/2008/03/03/kibbla-investasi-otak-untuk-masa-depan-bangsa/

http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0506/04/Fokus/1793661.htm

http://statusgizi.blogspot.com/2009/01/konsep-dasar-masalah-gizi.html

Anonim. 1995. Panduan 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang. Departemen Kesehatan RI. Direktora Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Departemen Kesehatan. Jakarta.

Kodyat,B. 1995. Gizi Seimbang untuk Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit. Departemen Kesehatan. Jakarta.