Senin, 29 Juni 2009

Asam Amino dan Protein


Protein

adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida.
Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam transportasi hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut (heterotrof). Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu, protein merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia. Protein ditemukan oleh Jöns Jakob Berzelius pada tahun 1838.

Kamis, 25 Juni 2009

HIV

DEFINISI :

  • HIV berarti virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Ini adalah retrovirus, yang berarti virus yang mengunakan sel tubuhnya sendiri untuk memproduksi kembali dirinya.
  • Asal dari HIV tidak jelas, penemuan kasus awal adalah dari sampel darah yang dikumpulkan tahun 1959 dari seorang laki–laki dari Kinshasa di Republik Demokrat Congo. Tidak diketahui bagaimana ia terinfeksi.
  • Saat ini terdapat dua jenis HIV: HIV–1 dan HIV–2.
  • HIV–1 mendominasi seluruh dunia dan bermutasi dengan sangat mudah. Keturunan yang berbeda–beda dari HIV–1 juga ada, mereka dapat dikategorikan dalam kelompok dan sub–jenis (clades).
  • Terdapat dua kelompok, yaitu kelompok M dan O. Dalam kelompok M terdapat sekurang–kurangnya 10 sub–jenis yang dibedakan secara turun temurun. Ini adalah sub–jenis A–J. Sub–jenis B kebanyakan ditemukan di America, Japan, Australia, Karibia dan Eropa. Sub–jenis C ditemukan di Afrika Selatan dan India.
  • HIV–2 teridentifikasi pada tahun 1986 dan semula merata di Afrika Barat. Terdapat banyak kemiripan diantara HIV–1 dan HIV–2, contohnya adalah bahwa keduanya menular dengan cara yang sama, keduanya dihubungkan dengan infeksi–infeksi oportunistik dan AIDS yang serupa. Pada orang yang terinfeksi dengan HIV–2, ketidakmampuan menghasilkan kekebalan tubuh terlihat berkembang lebih lambat dan lebih halus. Dibandingkan dengan orang yang terinfeksi dengan HIV–1, maka mereka yang terinfeksi dengan HIV–2 ditulari lebih awal dalam proses penularannya.

Virus HIV juga hidup di semua cairan tubuh manusia, tetapi hanya bisa menular melalui cairan tubuh tertentu, yaitu :

  • Darah
  • Air Mani / Cairan bening yang bukan sperma
  • Cairan Vagina
  • Air susu ibu (ASI)

Adapun Cara dan kegiatan penularan virus HIV adalah:

  • Hubungan seks kelamin dan hubungan seks oral, atau melalui anus tanpa memakai kondom
  • Transfusi darah yang mengandung virus HIV
  • Peralatan dokter yang tidak steril , cth: Peralatan dokter gigi
  • Jarum suntik, jarum tato, jarum tindik yang tidak steril dan dipakai bergantian
  • Ibu HIV- positif kebayinya ( selama masa hamil/kandungan, kelahiran dan melalui ASI)

Virus HIV tidak menular melalui :

  • Bersentuhan, bersalaman, berpelukan dengan ODHA
  • Berciuman
  • Memakai peralatan makan dan minum bersama-sama
  • Memakai kamar mandi bersama
  • Kolam renang
  • Gigitan nyamuk
  • Tinggal serumah bersama orang dengan HIV/ AIDS
  • Duduk bersama dalam satu ruangan tertutup

Sumber : (http://addictplus.blogspot.com/2007/09/apakah-hiv-dan-apakah-aids-itu.html)

Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan penyakit- penyakit. Orang yang kekebalan tubuhnya defisien (Immunodeficient) menjadi lebih rentan terhadap berbagai ragam infeksi, yang sebagian besar jarang menjangkiti orang yang tidak mengalami defisiensi kekebalan. Penyakit-penyakit yang berkaitan dengan defisiensi kekebalan yang parah dikenal sebagai "infeksi oportunistik" karena infeksi-infeksi tersebut memanfaatkan sistem kekebalan tubuh yang melemah.

Gejala-gejala HIV

Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV tidak menyadarinya karena tidak ada gejala yang tampak segera setelah terjadi infeksi awal. Beberapa orang mengalami gangguan kelenjar yang menimbulkan efek seperti deman (disertai panas tinggi, gatal-gatal, nyeri sendi, dan pembengkakan pada limpa), yang dapat terjadi pada saat seroconversion. Seroconversion adalah pembentukan antibodi akibat HIV yang biasanya terjadi antara enam minggu dan tiga bulan setelah terjadinya infeksi.


Kendatipun infeksi HIV tidak disertai gejala awal, seseorang yang terinfeksi HIV sangat mudah menularkan virus tersebut kepada orang lain. Satu-satunya cara untuk menentukan apakah HIV ada di dalam tubuh seseorang adalah melalui tes HIV.


Infeksi HIV menyebabkan penurunan dan melemahnya sistem kekebalan tubuh. Hal ini menyebabkan tubuh rentan terhadap infeksi penyakit dan dapat menyebabkan berkembangnya AIDS.


Kapankah seorang terkena AIDS

Istilah AIDS dipergunakan untuk tahap- tahap infeksi HIV yang paling lanjut. Sebagian besar orang yang terkena HIV, bila tidak mendapat pengobatan, akan menunjukkan tanda-tanda AIDS dalam waktu 8-10 tahun. AIDS diidentifikasi berdasarkan beberapa infeksi tertentu, yang dikelompokkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai berikut:

  • Tahap I penyakit HIV tidak menunjukkan gejala apapun dan tidak dikategorikan sebagai AIDS.
  • Tahap II (meliputi manifestasi mucocutaneous minor dan infeksi-infeksi saluran pernafasan bagian atas yang tak sembuh- sembuh)
  • Tahap III (meliputi diare kronis yang tidak jelas penyebabnya yang berlangsung lebih dari satu bulan, infeksi bakteri yang parah, dan TBC paru-paru),
  • Tahap IV (meliputi Toksoplasmosis pada otak, Kandidiasis pada saluran tenggorokan (oesophagus), saluran pernafasan (trachea), batang saluran paru-paru (bronchi) atau paru-paru dan Sarkoma Kaposi). Penyakit HIV digunakan sebagai indikator AIDS.

Sebagian besar keadaan ini merupakan infeksi oportunistik yang apabila diderita oleh orang yang sehat, dapat diobati.


Seberapa cepat HIV bisa berkembang menjadi AIDS

Lamanya dapat bervariasi dari satu individu dengan individu yang lain. Dengan gaya hidup sehat, jarak waktu antara infeksi HIV dan menjadi sakit karena AIDS dapat berkisar antara 10-15 tahun, kadang-kadang bahkan lebih lama. Terapi antiretroviral dapat memperlambat perkembangan AIDS dengan menurunkan jumlah virus (viral load) dalam tubuh yang terinfeksi.
Sumber : (http://www.aidsindonesia.or.id/s_contents.php?id_language=2&id_pages=43)

Sebagian besar keadaan ini merupakan infeksi oportunistik yang apabila diderita oleh orang yang sehat, dapat diobati.
Seberapa cepat HIV bisa berkembang menjadi AIDS
Lamanya dapat bervariasi dari satu individu dengan individu yang lain. Dengan gaya hidup sehat, jarak waktu antara infeksi HIV dan menjadi sakit karena AIDS dapat berkisar antara 10-15 tahun, kadang-kadang bahkan lebih lama. Terapi antiretroviral dapat memperlambat perkembangan AIDS dengan menurunkan jumlah virus (viral load) dalam tubuh yang terinfeksi.
Sumber : (http://www.aidsindonesia.or.id/s_contents.php?id_language=2&id_pages=43)

A.Gejala serekonversi (Seroconversion)

Perubahan antibodi terhadap antigen tertentu. Bila antibodi seseorang terhadap HIV atau vaksin percobaan HIV berubah, maka orang tersebut telah mengalami serokonversi dari antibodi-negatif menjadi antibodi positif.
Sumber : (http://suryaden.blogspot.com/2008/11/daftar-istilah-hivaids.html)


B.Langkah-langkah dalam menghadapi pasien HIV :

Pada umumnya, penanganan pasien HIV memerlukan tindakan yang hampir sama. Namun berdasarkan fakta klinis pasien control ke rumah sakit menunjukkan adanya perbedaan respon imunitas (CD4). Hal tersebut menunjukkan terdapat factor lain yang berpengaruh, dan factor yang diduga sangat berpengaruh adalah stess. Berikut beberapa langkah dalam menangani pasien HIV :

Respon biologis (aspek fisik)
Aspek fisik pada pasien HIV adalah pemenuhan kebutuhan fisik sebagai akibat dari tanda dan gejala yang terjadi. 4 Aspek keperawatan fisik meliputi : universal precautions, pengobatan infeksi sekunder dan pemberian antiretroviral(ARV), pemberian nutrisi, aktifitas dan istirahat.
Universal precautions

  1. Menghindari kontak langsung dengan cairan tubuh. Bila menangani cairan tubuh pasien menggunakan alat pelindung, seperti sarung tangan, masker,kaca mata pelindung, penutup kepala, apron,dan sepatu boot. Penggunaan alat pelindung disesuaikan dengan jenis tindakan yang dilakukan. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, temasuk setelah melepas sarung tangan
  2. Dekontaminasi cairan tubuh pasien
  3. Memakai alat kedokteran sekali pakai atau mensterilisasi semua alat kedokteran yang di pakai . tidak memakai jarum suntik lebih dari satu kali, dan tidak memasukkanya kembali kedalam penutup jarum atau di bengkokkan
  4. Memelihara kebersihan tempat pelayanan kesehatan
  5. Membuang limbah yang tercemar bagi cairan tubuh secara benar dan aman (DepKes RI,1997)

Pengobatan infeksi sekunder dan pemberian antiretroviral (ARV)

Manfaat nya memperoleh khasiat yang lebih lama untuk memperkecil kemungkinan terjadinya resistensi serta meningkatka efektifitas dan lebih menekan aktifitas virus. Bila timbul efek samping, bias diganti dengan obat lainya, dan bila virus mulai resiten terhadap obat yagn sedang digunakan bias memakai kombinasi lain.

a. Saat memulai pengguanan ARV. Menurut WHO (2002), penggunanan ARV bisa dimulai pada orang dewasa berdasarkan criteria:

Bila pemeriksaan CD4 bisa dilakukan pada ;

  • Pasien stadium IV (menurut WHO), tanpa memerhatikan hasil tes CD4
  • Pasien stadium I,II,III (menurut WHO) dengan hasil pergitungan limfosit total <200/µl

    Bila pemeriksaan CD4 tidak dapat dilakukan pada :
  • Pasien stadium IV (menurut WHO)tanpa memerhatikan hasil limfosit total
  • Pasien stadium I,II,III (menurut WHO) dengan hasil perhitungan limfosit total <1000-1200>


Limfosit total <1000-1200>


b. Cara memilih obat

Pertimbangan dalam memilih obat adalah hasil pemeriksaan CD4, viral load, dan kemampuan pasien mengingat penggunaan obat nya. Kebanyakan orang lebih mudah mengingat obatnya sewaktu makan. Selain itu harus mengetahui efek samping dari pemakaian obat nya.


c.Kepatuhan meminum obat membantu mencegah terjadinyaresistensi dan dapat menekan virus secara terus menerus

Pemberian nutrisi

HIV menyebabkan hilangnya nafsu makan dan gangguan penyerapan nutrien. Hal ini berhubungan dengan menurunya atau habis nya cadangan vitamin dan mineral dalam tubuh. Defisiensi vitamin dan mineral pada ODHA sudah cukup dan berimbang seperti orang sehat tetapi akan tetap terjadi defisiensi vitamin dan mineral


Aktifitas dan istirahat

  • Olah raga merupakan aktifitas yang berefek menyehatkan
  • Pada olah raga intensitas tinggi kebutuhan energi meningkat, otot makin tergantung glikogen sehingga metabolisme berubah dari metabolisme aerob menjadi metabolisme anaeraob. Metabolisme anaerob menghasilkan 2 ATP dan asam laktat yang menurunkan kerja otot. Pada saat olah raga tubuh juga meningkatkan ambilan darah, untuk mencegah hipoglikemia, tubuh meningkatkan glikogenolisis dan glukoneonesis hati untuk mempertahankan gula darah normal.

Respon adaptif psikologi
A. Stategi koping

  • Mengumpulkan informasi ang berkaitan dapat menghilangkan kecemasan akibat salah konsepsi dan ketidakpastian
  • Menggunakan sumber intelektual secara efektif. Pasien sering merasa terhibur oleh informasi mengenai penyakit, pengobatan,dan perjalanan penyakit yang diperkirakan terjadi.
  • Meminta dukungan emosional. Kemampuan untuk mendapatkan dukungan emosional dari keluarga, sahabat, dan pelayanan kesehatan sangat penting dalam membantu memelihara rasa kemampuan diri.
  • Menemukan makna dari penyakit. Penyakit merupakan suatu pengalaman manusia, kebanyakan orang menganggap penyakit serius sebagai titik balik kehidupan baik spiritual maupun fisiologis. Terkadang orang menemukan kepuasan dalam keprcayaan merekka bahwa pasien mungkin mempunyai makna atau berguna bagi orang lain.

B. Koping yang positif

  • Pikiran positif tentang dirinya (harga diri). Ini bermanfaat dalam mengatasi stres.
  • Mengontrol diri. Kemampuan dan keyakinan untuk mengontrol diri sendiri dan situasi dikendalikan oleh keberuntungan sehingga pasien akan mampu mengambil hikmah dari sakitnya.
  • Rasionalisasi. Upaya memahami dan menginterprestasikan secara spesifik terhadap stres dalam mencari arti dan makna stres.
  • Teknik perilaku. Dapat dipergunakan untuk membantu individu dalam mengatasi situasi stres. Beberapa individu melakukan kegiatan yang bermanfaat dalam menunjang kesembuhannya. Misalnya dengan tidur teratur, makan seimbang, minum obat anti retro viral dan obat untuk infeksi sekunder secara teratur, tidur dan istirahat yang cukup, dan menghindari konsumsi obat-obat yang memperparah sakitnya.

Respon social (keluarga dan peer group)

  • Dukungan sosial
    Dukungan sosial sangat diperlukan terutama pada PHIV yang kondisinya sudah sangat parah.individu yang termasuk dalam memberikan dukungan sosial meliputi pasangan (suami/istri), orang tua,anak, sanak keluarga, teman, team kesehatan, dan rekan – rekannya.
  • Dukungan emosional
    Mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian terhadap pasien yang bersangkutan
  • Dukungan penghargaan
    Dengan memberikan hormat yang positif bagi pasien, dorongan maju, dan perbandingan yang positif
  • Dukungan instrumental
    Mencakup bantuan langsung, misalnya orang memberikan pinjaman uang kepada orang yangmembutuhkan
  • Dukungan internal
    Mencakup pemberiann nasihat, saran, pengetahuan, dan informasi serta petunjuk.

Respon spiritual

Respon ini ditekankan pada penerimaan pasien terhadap sakit yang di deritanya, sehingga PHIV akan dapat menerima dengan iklash terhadap sakit yang dialami dan mampu mengambil hikmah. Menguatkan harapan yang realistis kepada pasien terhadap kesembuhanya. Mengingatkan dan mengajarkan pasien untuk selalu berfikir positif terhadap semua cobaan yang dialaminya, sehingga pasien diharapkan memperoleh suatu ketenangan selama sakit. Ketabahan hati sangat dianjurkankepada PHIV, dengan menguatkan diri kepada tuhan. Misalnya membrikan contoh nyata atau mengutip kitab suci. Pada respon spiritual, pasien HiV penggunaan strategi koping meningkatkan harapan dan ketabahan pasien serta mampu memacu pasien untuk pandai mengambil hikmah.

Prosedur yang dilakukan bila karyawan terinfeksi HIV+

  1. Jangan meninggalkan karyawan bekerja sendiri. dalam artian, karyawan tetap di perbolehkan bekerja dengan pengawasan dokter yang menanganinya.
  2. Tak perlu ada diskriminasi dalam perlakuan antara karyawan ODHA dan bukan, dan menginformasikan penularan HIV dengan benar. Karyawan (ODHA) mendapat perhatian yang lebih, dukungan yang positif, motivasi kerja tetap di berikan, dukungan spiritual dari rekan kerja, dan atasan.
  3. Informasi mengenai karyawan yang terinfeksi, di harapkan tidak menyebar sampai lingkup external. Karena itu dapat memberikan dampak negatif bagi rumah sakit dalam menangani pasien lainnya atau memberikan citra rumah sakit yang tidak dapat diharapkan membantu pasien lainya. Hingga mengakibatkan pasien takut untuk berobat ke rumah sakit.
  4. Untuk dokter yang terinfeksi atau perawat yang terinfeksi, tetap bekerja sesuai aturan dan kebijakan yang telah di tetapkan. Misalnya penggunaan alat pelindung dalam memeriksa pasien, agar pasien yang tidak memiliki HIV tidak tertular dari dokter yang terinfeksi HIV. Dalam penyuntikan atau pengobatan lainnya, dokter yang memeriksa pasien tetap berada di bawah pengawasan dokter yang tidak terinfeksi agar proses membantu pasien dapat berjalan dengan baik dan tidak menularkan ke pasien lain.

Jenis pemeriksaan lab yang digunakan untuk mendiagnosa HIV AIDS

Diagnosis HIV / AIDS dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium dan pembagian gejala klinis baik minor maupun mayor. CDC telah menetapkan system stadium HIV untuk bayi dan anak-anak berdasarkan nilai hitung CD4 dan limfosit serta tanda dan gejala klinis, sedangkan system diangnosis HIV menurut WHO adalah berdasarkan pembagian tanda dan gejala klinis menjadi criteria mayor dan minor.


Tes skrining yang digunakan untuk mendiangnosa HIV adalah ELISA(enzyme-linked immunosorbent assay). Pada daerah-daerah dimana prevalensi HIV sangat tinggi, dua kali hasil ELISA positif ditambah gejala klinis bisadigunakan untuk mendiagnosa HIV. Western blot merupakan elektroforesis gel poliakrilamid yang digunakan untuk mendeteksi protein yang spesifik terhadap DNA. Jika tidak ada rantai protein yang digunakan, berarti hasil tes negative.sedangkan bila hamper semua rantai protein di temukan, bearti western blot positif. Tes western blot mungkin tidak bisa juga menyimpulkan seseorang menderita HIV atau tida. Oleh karena itu tes harus di ulangi lagi setelah dua minggu dengan sampel yang sama, jika western blot tetap tidak bisa disimpulkan, maka western blot harus diulang lagi setelah 6 bulan. Jika tes tetap negative, berarti dianggap HIV negative.


PCR (polymerase chain reaction) untuk DNA dan RNA virus HIV sangat sensitive dan spesifik untuk infeksi HIV. Tes ini sering digunakan bila hasil tes yang lain tidak jelas.


Pemeriksaan laboratorium

Limfosit CD4 merupakan salah satu cara untuk mengetahui kuantitas fungsi imunologi pasien. CD4 juga berguna untuk menentukan stadium klinis HIV. Tetapi bila pemeriksaan CD4 tidak tersediam total hitug limfosit bisa sangat berguna. Pasien yang terinfeksi HIV hamper seluruh nya mengalami gangguan hematologi. Neuttropenia(penurunan sel darah putih)bisa di sebabkan karena virus itu sendiri atau obat-obatan yang digunakan pada pasien HIV. Bila ditemukan anemia, biasanya normositik dan normokromik. Pasien juga bisa mengalami limfopenik (ditandai dengan penurunan jumlah sel darah putih dalam sirkulasi)


Sumber : (nursalam, dan ninuk dian, asuhan keperawatan pasien terinfeksi, 2007)

Klasifikasi menurut CDC

CDC mengklasifikasikan HIV/AIDS pada remaja (>13 th dan dewasa) berdasarkan dua system, yaitu dengan melihat jumlah sepresi kekebalan tubuh yang dialami pasien serta stadium klinis. Jumlah supresi kekebalan tubuh di tunjukkan oleh limfosit CD4+. System ini didasarkan pada tiga kisaran CD4+ dan tiga kategori klinis, yaitu :

  • kategori 1 : ≥ 500 sel/µl
  • kategori 2 : 200 – 499 sel/µl
  • kategori 3 : < 200 sel/µl

Sumber : (nursalam, dan ninuk dian, asuhan keperawatan pasien terinfeksi, 2007)

ANEMIA

Anemia

Apa Itu Anemia?

Anemia adalah kekurangan hemoglobin (Hb). Hb adalah protein dalam sel darah merah, yang mengantar oksigen dari paru ke bagian tubuh yang lain.

Anemia menyebabkan kelelahan, sesak napas dan pusing. Orang dengan anemia merasa badannya kurang enak dibandingkan orang dengan tingkat Hb yang wajar. Mereka merasa lebih sulit untuk bekerja. Ini berarti mutu hidupnya lebih rendah.

Anemia didefinisikan oleh tingkat Hb. Sebagian besar dokter sepakat bahwa tingkat Hb di bawah 6,5 menunjukkan anemia yang gawat. Tingkat Hb yang normal adalah sedikitnya 12 untuk perempuan dan 14 untuk laki-laki.

Secara keseluruhan, perempuan mempunyai tingkat Hb yang lebih rendah dibandingkan laki-laki. Begitu juga dengan orang yang sangat tua atau sangat muda.

Apa Penyebab Anemia?
Sumsum tulang membuat sel darah merah. Proses ini membutuhkan zat besi, serta vitamin B12 dan asam folat. Eritropoietin (EPO) merangsang pembuatan sel darah merah. EPO adalah hormon yang dibuat oleh ginjal.

Anemia dapat terjadi bila tubuh kita tidak membuat sel darah merah secukupnya. Anemia juga disebabkan kehilangan atau kerusakan pada sel tersebut. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan anemia:
  • Kekurangan zat besi, vitamin B12 atau asam folat. Kekurangan asam folat dapat menyebabkan jenis anemia yang disebut megaloblastik, dengan sel darah merah yang besar dengan warna muda
  • Kerusakan pada sumsum tulang atau ginjal
  • Kehilangan darah akibat pendarahan dalam atau siklus haid perempuan
  • Penghancuran sel darah merah (anemia hemolitik)

Infeksi HIV dapat menyebabkan anemia. Begitu juga banyak infeksi oportunistik terkait dengan penyakit HIV. Banyak obat yang umumnya dipakai untuk mengobati HIV dan infeksi terkait dapat menyebabkan anemia.


Anemia dan HIV
Dahulu, anemia berat jauh lebih umum. Lebih dari 80% yang didiagnosis AIDS mengalami anemia dengan tingkat tertentu. Orang dengan penyakit HIV lebih lanjut, atau dengan jumlah CD4 lebih rendah, mengalami angka anemia lebih tinggi.

Angka anemia menurun setelah Odha mulai memakai terapi antiretroviral (ART). Anemia berat jarang terjadi di negara maju. Namun ART belum memberantas anemia. Satu penelitian besar menemukan bahwa kurang lebih 46% pasien mempunyai anemia ringan atau sedang, walaupun sudah memakai ART selama satu tahun.

Beberapa faktor yang berhubungan dengan angka anemia semakin tinggi pada Odha:

  • Jumlah CD4 yang lebih rendah
  • Viral load yang lebih tinggi
  • Memakai AZT
  • Pada perempuan

Kelanjutan penyakit HIV kurang-lebih lima kali lebih umum pada orang dengan anemia. Anemia juga dikaitkan dengan risiko kematian yang lebih tinggi. Mengobati anemia tampaknya dapat menghapuskan risiko ini.


Bagaimana Anemia Diobati?
Mengobati anemia tergantung pada penyebabnya.

  • Pertama, mengobati pendarahan kronis. Ini mungkin pendarahan dalam, wasir, atau bahkan sering mimisan
  • Berikut, memperbaiki kelangkaan zat besi, vitamin B12 atau asam folat, jika ada
  • Berhenti memakai, atau mengurangi dosis obat penyebab anemia

Pendekatan ini mungkin tidak berhasil. Mungkin mustahil berhenti memakai semua obat yang menyebabkan anemia. Dua pengobatan lain adalah transfusi darah dan suntikan EPO.


Transfusi darah dahulu satu-satunya pengobatan untuk anemia parah. Namun, transfusi darah dapat menyebabkan infeksi dan menekan sistem kekebalan tubuh. Transfusi darah tampaknya mengakibatkan kelanjutan penyakit HIV yang lebih cepat dan meningkatkan risiko kematian pada Odha.


EPO (eritropoietin) merangsang pembuatan sel darah merah. Pada 1985, ilmuwan berhasil membuat EPO sintetis (buatan manusia). EPO ini disuntik di bawah kulit, biasanya sekali seminggu. Namun EPO sangat mahal dan sulit terjangkau di Indonesia.
Sebuah penelitian besar terhadap Odha menemukan bahwa suntikan EPO mengurangi risiko kematian. Transfusi darah tampaknya meningkatkan risiko kematian. Karena risiko dari transfusi darah, sebaiknya kita hindari transfusi untuk mengobati anemia.


Garis Dasar
Anemia menyebabkan kelelahan dan rasa kurang enak. Anemia juga meningkatkan risiko kelanjutan penyakit dan kematian. Anemia dapat diakibatkan infeksi HIV atau penyakit lain. Banyak obat yang dipakai untuk mengobati HIV dan infeksi terkait juga dapat menyebabkan anemia.

Anemia sejak awal adalah masalah untuk Odha. Angka anemia berat menurun secara bermakna di negara maju sejak orang mulai memakai ART. Namun hampir separuh Odha masih mengalami anemia ringan atau sedang.

Mengobati anemia meningkatkan kesehatan dan daya tahan hidup Odha. Memperbaiki pendarahan, atau kekurangan zat besi atau vitamin adalah langkah pertama. Jika memungkinkan, sebaiknya berhenti memakai obat penyebab anemia. Jika perlu, pasien sebaiknya diobati dengan eritropoietin (EPO), atau jika tidak ada pilihan lain, dengan transfusi darah.